sumber gambar : detik.com
Sudah
hampir seminggu wilayah jabodetabek berselimut hujan dengan intensitas yang tinggi
dan malam ini hujan deras kembali mengguyur kota tempat tinggalku, Bekasi. Mungkin
sudah menjadi hal umum ketika hujan seperti ini terjadi di kota-kota lain,
namun berbeda kasusnya jika hujan sederas dan selebat ini terjadi di wilayah
ibukota Indonesia.
Jakarta, ibukota Indonesia yang penuh dengan hiruk
pikuk aktivitas penduduknya, kota yang menjadi tumpuan hidup ribuan bahkan
jutaan manusia, kota gemerlap dengan
bangunan-bangunan kokoh menjulang tinggi yang berusaha mencapai langit, seakan
tak berdaya ketika menghadapi rangkaian hujan deras selama seminggu terakhir
ini. Tak dapat terelakkan, bencana itu datang lagi, ya banjir. Bencana tahunan
yang terjadi ini mampu melumpuhkan kekuatan kota Jakarta. Perumahan-perumahan
penduduk, mulai dari yang kumuh hingga yang elit sekalipun terendam air dengan
ketinggian yang bervariasi, jalan-jalan protokol juga tak luput dari genangan
air hingga mampu merendam kendaraan-kendaraan yang melaluinya. Penduduk Jakarta
dan sekitarnya tak mampu beraktivitas secara normal lagi, banyak yang harus
mengungsi ke tempat yang lebih tinggi karena rumahnya tenggelam oleh banjir,
banyak yang bersikeras tetap tinggal di rumahnya untuk menjaga barang-barang
berharganya walau resiko besar menanti di depan mata, tak sedikit pula
anak-anak yang terpaksa diliburkan kegiatan belajar di sekolahnya dikarenakan
bencana ini.
Entah mengapa sepertinya banjir telah menjadi teman ibukota
ini. Mungkin ia rindu jika setahun saja tidak bertemu atau mungkin ia datang
setiap tahun hanya sekedar ingin memberikan pelajaran kepada temannya bahwa
lingkungan itu perlu dijaga. Jika hal separah ini sudah terjadi, mulai muncul
pertanyaan “Siapa yang bersalah dalam situasi ini?” Mulailah bermunculan
berbagai macam opini dari yang menyalahkan orang lain, institusi, pemerintah
sampai opini untuk membela diri sendiri. Ada yang menganggap ini kesalahan
penduduknya yang suka membuang sampah sembarangan, yang seenaknya membangun
rumah di bantaran sungai, yang tak menjaga lingkungan, ada yang menyalahkan
pemerintah yang dianggap kurang tegas dalam membuat kebijakan tentang pembangunan
gedung dan pemukiman di kawasan resapan air dan berbagai opini lain. Melemparkan
kesalahan bukanlah hal yang baik, semua pihak memegang andil atas apa yang terjadi di ibukota negara
tercinta ini. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang
menuntut pembangunan pemukiman di kawasan resapan air, mengurangi hutan kota
hingga pengambilan air tanah secara berlebihan tanpa terkendali juga ikut andil
dalam penurunan tanah di wilayah Jakarta.
Jika sudah terjadi seperti ini, tinggal bagaimana
sikap kita “Apakah kita mau menjadi seperti keledai yang jatuh dalam lubang kesalahan
yang sama berulang kali? Maukah kita belajar dari kesalahan?” Sekali lagi,
bukan hanya rakyat saja, pihak swasta saja, ataupun pemerintah saja yang harus
bertanggung jawab, tapi semua pihak seharusnya ikut andil dalam masalah banjir
yang tak kunjung selesai ini. Karena inilah ibukota negara tercinta kita,
Indonesia, tak pantas rasanya jika banjir selalu dianggap sebagai teman
setianya.